MRAP alias MRA alias A Terancam Dideportasi dari Negeri Ginseng
Seorang mahasiswa Indonesia dengan inisial MRAP alias MRA alias A telah ditangkap oleh polisi Korea Selatan karena dugaan terjerat kasus pidana transaksi elektronik voice phising.
Jurubicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan, RAP ditangkap pada 21 Januari 2021 di Gwanak-gu, Seoul. Saat ini ia ditahan di penjara Chungcheon dan sudah menjalani sidang pertama di Pengadilan Distrik Chungcheon pada 5 April.
Berdasarkan informasi yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, MRAP mendapatkan tawaran kerja paruh waktu melalui Facebook dari seorang kenalan yang belum diketahui identitasnya.
Mahasiswa Sung Kyung Kwan University itu kemudian diminta untuk mengirimkan uang tunai yang belakangan diketahui sebagai hasil kejahatan voice phising.
Di Korea Selatan sendiri, kasus voice phising tengah menjamur dalam beberapa waktu terakhir.
Bahkan pada Juni tahun lalu, Presiden Moon Jae-in secara langsung menyerukan agar aparat menindak lebih keras pelaku voice phising, seperti dikutip dari Korea Times.
Dari sejumlah pemberitaan di media lokal, kejahatan voice phising yang terjadi di Korea Selatan banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok penipu yang berbasis di china.
Pada September 2020, polisi Busan menangkap 18 pelaku yang diduga terkait dengan kasus voice phising dari China. Mereka diduga telah mencuri uang sebesar lebih dari 1,7 juta dolar AS dari korban-korban di Korea Selatan.
Mahasiswa Jadi Korban
Sebelum MRAP, sudah ada banyak mahasiswa, khususnya mahasiswa asing, yang menjadi korban dalam kasus tersebut. Terlebih di tengah situasi pandemi Covid-19, di mana mahasiswa membutuhkan pekerja paruh waktu.
Dimuat Korea Daily, kelompok kejahatan voice phising biasanya menggunakan mahasiswa untuk menyimpan laptop hingga mengirim uang hasil penipuan.
Banyaknya mahasiswa asing yang menjadi korban voice phising di Korea Selatan, memicu munculnya Tim Pencegahan Kejahatan yang dibentuk oleh 12 mahasiswa asing.
Anggota tim dari Soongsil University, Jinwi mengatakan, perusahaan penipu biasanya akan mengontak mahasiswa untuk menyimpan laptop dan log in ke situs tertentu dengan bayaran 50 ribu won per hari.
"Saya ingin membantu teman-teman saya yang terlibat dalam kejahatan dan ditipu tanpa mengetahui apapun," ujar mahasiswa asal China itu.
Sementara itu, untuk mahasiswa yang menjalankan tugas seperti mengirimkan uang atau mengambil uang dari ATM biasanya akan diberikan imbalan ratusan ribu won.
Terancam Deportasi
Menurut Jinwi, korban kasus voice phising yang paling parah adalah mahasiwa. Lantaran dalam beberapa kasus, banyak mahasiswa asing yang akhirnya harus dideportasi.
"Seorang teman ditangkap oleh polisi karena penipuan voice phising saat bekerja paruh waktu. Teman itu dideportasi ke China," ujar Jinwi.
"Mahasiswa asing biasanya menjadi korban paling besar dalam kejahatan voice phising," tambahnya.
Sementara itu, MRAP sendiri diketahui dijadwalkan akan menghadapi sidang lanjutan pada 11 Mei.
Teuku menyebut pihak KBRI Seoul terus memberikan pendampingan untuk MRAP selama proses pemeriksaan dan sidang.
"Memastikan bahwa yang bersangkutan diproses hukum secara adil di Korea Selatan," tekannya.