Nasib Yoon Suk-Yeol Akan Ditentukan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan

Nasib Yoon Suk-Yeol Akan Ditentukan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan
Kelompok masyarakat membawa slogan-slogan menuntut penangkapan Presiden Yoon Suk Yeol di Seoul (17/12) (AP/Lee Jin-man)

Pemimpin sementara Korea Selatan, Perdana Menteri Han Duck-soo, berusaha meyakinkan dunia bahwa negara ini sedang kembali stabil setelah pemakzulan Yoon Suk-Yeol terkait penerapan darurat militer pada 3 Desember yang hanya berlangsung singkat.

Dilaporkan APNews, parlemen yang dikuasai oposisi liberal memutuskan untuk memakzulkan Yoon, dengan keputusan akhir akan ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi. Jika Yoon diberhentikan, pemilu nasional harus diadakan dalam dua bulan untuk memilih penggantinya.

Namun ketegangan politik masih berlanjut, terutama terkait pengisian tiga kursi kosong di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah yang terdiri dari sembilan hakim memerlukan dukungan minimal enam hakim untuk memberhentikan Yoon. Tiga kursi yang kosong ini harus diisi oleh Dewan Nasional, dengan dua kursi oleh Partai Demokratik dan satu kursi oleh Partai Kekuatan Rakyat yang dipimpin Yoon.

Proses pengisian kursi ini menjadi sorotan, terutama setelah Kweon Seong-dong, pemimpin fraksi PPP, menentang keputusan untuk segera mengisi kursi kosong tersebut. Ia berpendapat bahwa hanya presiden yang berhak menunjuk hakim, bukan pemimpin sementara. Sementara itu, Partai Demokratik menuduh PPP berusaha memperlambat proses percakapan ini agar Yoon dapat kembali ke jabatan.

Masa depan Yoon kini bergantung pada keputusan Mahkamah Konstitusi yang memiliki waktu hingga 180 hari untuk memutuskan nasibnya. Waktu menjadi isu penting, mengingat pemimpin oposisi Lee Jae-myung berpeluang memenangkan pemilu jika Yoon diberhentikan.

Yoon Suk Yeol menghadapi tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan terkait pengenaan darurat militer yang ia lakukan. Otoritas penyelidik meminta Yoon untuk hadir dalam pemeriksaan akhir pekan ini, namun pejabat di kantor dan kediaman Yoon pada hari Senin menolak permintaan tersebut.

Deklarasi darurat militer, yang pertama kali dalam lebih dari 40 tahun, melibatkan ratusan tentara yang berusaha mengepung parlemen untuk mencegah anggota legislatif memberikan suara atas dekrit tersebut. Meskipun demikian, banyak anggota parlemen yang berhasil masuk ke ruang rapat dan memberikan suara untuk membatalkan dekrit Yoon, memaksa kabinet Yoon untuk mencabutnya.

Keputusan Yoon, yang mengingatkan pada era kediktatoran militer masa lalu, memicu protes besar-besaran di jalanan yang menyerukan pengunduran dirinya dan menyebabkan tingkat popularitasnya merosot. Menteri Pertahanan Yoon, kepala polisi, serta beberapa komandan militer senior lainnya telah ditangkap terkait peran mereka dalam penerapan darurat militer tersebut.

Pendukung Yoon khawatir bahwa pengunduran dirinya akan sangat merugikan konservatif di negara tersebut, yang berpotensi kehilangan pemilu presiden susulan kepada pihak liberal, seperti yang terjadi pada 2017, ketika Presiden konservatif Park Geun-hye yang dimakzulkan dan dipenjara akibat skandal korupsi. (F)

Share

Comments

Other Posts